Selasa, 28 Oktober 2008

VYGOTSKY, PANDANGAN DAN KONTRIBUSINYA DALAM PENDIDIKAN

Muhammad Yaumi




Seperti pembahasan tentang Piaget, mengkaji peran Vigotsky dapat diuraikan melalui riwayat singkat, berbagai pandangannya tentang belajar, dan beberapa implikasi pandangannya dalam pendidikan saat ini.

1. Riwayat Singkat Vygotsky (1896-1934)

Lev Semyonovich Vygotsky lahir pada tahun 1896 di Tsarist Russia, di suatu kota Orscha, Belorussia dari keluarga kelas menengah Keturunan Yahudi. Dia tumbuh dan besar di Gomel, suatu kota sekitar 400 mil bagian barat Moscow. Sewaktu dia masih muda, dia tertarik pada studi-studi kesusastraan dan analisis sastra, dan menjadi seorang penyair dan Filosof. Memasuki usia 18 tahun, dia menulis suatu ulasan tentang Shakespeare's Hamlet yang kemudian dimasukkan dalam satu dari berbagai tulisannya mengenai psikologi. Dia memasuki sekolah kedokteran di Universitas Moscow dan dalam waktu yang tidak lama kemudian dia pindah ke sekolah hukum sambil mengambil studi kesusastraan pada salah satu universitas swasta. Dia menjadi tertarik pada psikologi pada umur 28 tahun.

Vygotsky mengajar kesusatraan di suatu sekolah Propinsi sebelum memberi kuliah psikologi pada suatu sekolah keguruan. Dia dipercaya membawakan kuliah psikologi walaupun secara formal tidak pernah mengambil studi psikologi. Dari sinilah dia semakin tertarik dengan kajian psikologi sehingga menulis disertasi Ph.D. mengenai ”Psychology of Art” di Moscow Institute of Psychology pada tahun 1925. Vygotsky bekerja kolaboratif bersama Alexander Luria and Alexei Leontiev dalam membuat dan menyusun proposal penelitian yang sekarang ini dikenal dengan pendekatan Vygotsky. Selama hidupnya Vygotsky mendapat tekanan yang begitu besar dari pemegang kekuasaan dan para penganut idelogi politik di Rusia untuk mengadaptasi dan mengembangkan teorinya. Setelah dia meninggal pada usia yang masih dibilang sangat muda (38 tahun), pada tahun 1934 akibat menderita penyakit tuberculosis (TBC), barulah seluruh ide dan teorinya diterima oleh pemerintah dan tetap dianut dan dipelajari oleh mahasiswanya. Kepeloporannya dalam meletakkan dasar tentang psikologi perkembangan telah banyak mempengaruhi sekolah pendidikan di Rusia yang kemudian teorinya berkembang dan dikenal luas di seluruh dunia hingga saat ini.

2. Pandangan Vygotsky tentang Perkembangan Kemampuan Manusia

Menanggapi pandangan Piaget yang mengatakan terdapat umur yang dijadikan patokan secara universal seperti umur 0-2 tahun adalah tahapan pengembangan sensory-motor stage, tahap perkembangan sensori motor, umur 2 sampai 5 tahun adalah tahapan preoperational stage, umur 7–11 tahun adalah tahap concrete operation, dan 12 ke atas adalah tahap penguasaan pikiran, Vigostsky mengatakan jangan hanya terikat pada apa yang dijadikan patokan oleh Piaget apa lagi Piaget mengambil penelitian di rumah anak yatim piatu yang sesungguhnya meneliti anak yang pertumbuhannya tidak wajar karena tidak memiliki sanak keluarga kecuali teman-teman mereka sendiri. Padahal sangat perlu adanya interaksi dengan yang lain.
Oleh karena itu, Vigostsky mengajukan teori yang dikenal dengan istilah Zone of Proximal Development (ZPD) yang merupakan dimensi sosio-kultural yang penting sebagai dimensi psikologis. ZPD adalah jarak antara tingkat perkembangan actual dengan tingkat perkembangan potensial. Tingkat perkembangan yang dimaksud terdiri atas empat tahap; Pertama, more dependence to others stage, yakni tahapan di mana kinerja anak mendapat banyak bantuan dari pihak lain seperti teman-teman sebayanya, orang tua, guru, masyarakat, ahli, dan lain-lain. Dari sinilah muncul model pembelajaran kooperatif atau kolaboratif dalam mengembangkan kognisi anak secara konstruktif. Kedua, less dependence external assistence stage, di mana kinerja anak tidak lagi terlalu banyak mengharapkan bantuan dari pihak lain, tetapi lebih kepada self assistance, lebih banyak anak membantu dirinya sendiri. Ketiga, Internalization and automatization stage, di mana kinerja anak sudah lebih terinternalisasi secara otomatis.
Kasadaran akan pentingnya pengembangan diri dapat muncul dengan sendirinya tanpa paksaan dan arahan yang lebih besar dari pihak lain. Walaupun demikian, anak pada tahap ini belum mencapai kematangan yang sesungguhnya dan masih mencari identitas diri dalam upaya mencapai kapasitas diri yang matang. Keempat, De-automatization stage, di mana kinerjan anak mampu mengeluarkan perasaan dari kalbu, jiwa, dan emosinya yang dilakukan secara berulang-ulang, bolak-balik, recursion. Pada tahap ini, keluarlah apa yang disebut dengan de automatisation sebagai puncak dari kinerja sesungguhnya.
Untuk mendeskripsikan bagaimana anak berkembang dari tahap kapasitasnya mulai berfungsi hingga masa perkembangan lanjutan, dapat digambarkan sebagai berikut.

Gambar 1
Tahapan Perkembangan













Vygostsky adalah seorang ilmuan yang menekankan pada pentingnya memperhatikan konstruksi sosial. Menurut dia, seluruh perkembangan dan prilaku manusia selalu ada proses kesesuaian antara prilakunya dengan konstruksi sosial, process of approriation by behavior. Appropriation berarti kesesuaian prilaku dengan konstruksi sosial yang terdapat dalam kehidupan masyarakat. Oleh karena itu teorinya dikenal dengan istilah sosial constructivist. Sedangkan, Piaget membangun teorinya lebih pada perkembangan pribadi perorangan, yang oleh kebanyakan ahli memposisikannya pada teori personal constructivist. Piaget sangat terkait dengan proses dasar-dasar biologis manusia. Sedangkan, Vygostsky mengatakan bahwa memang perkembangan kognitif sangat terkait dengan proses dasar-dasar biologis manusia yang banyak kemiripannya dengan binatang, tetapi masih ada psikologis tinggi seperti pada setiap anak lahir dengan membawa rentangan kemampuan, persepsi, dan perhatian dalam konteks sosial dan pendidikan akan tertransformasikan. Artinya perubahan itu terjadi kalau anak tersebut dididik dalam konteks sosial melalui hukum sosial, bahasa, sarana, kebudayaan tertentu yang dapat menjadikan fungsi psikologis kognisi tinggi. Inilah ciri pandangan Vygostsky yang mendapat pertentangan yang sangat hebat di Rusia, terutama dari kaum behavioris yang bernama Ivan Pavlov.

Selanjutnya, Vygostsky juga mengemukakan adanya scaffolded instruction, pembelajaran yang mengikuti lompatan-lompatan, yang dia bagi ke dalam tiga prinsip utama, yaitu holistik yang artinya harus bermakna, harus dalam konteks sosial tertentu, harus memiliki peluang untuk berubah dan terkait antara tingkat yang satu dengan tingkat berikutnya. Kalau ketiga hal ini dapat diwujudkan, maka hal itulah yang disebut dengan pembelajaran yang menggunakan pendekatan timbal balik atau dikenal dengan istilah Reciprocal Teaching Approach. Malah anak itu akan memperoleh tantangan yang terkait dengan aktivitas di luar dari tingkat perkembangannya.

3. Implikasi Pandangan Vygotsky dalam Pendidikan

Vygotsky telah memberikan kontribusi penting dalam perkembangan manusia dengan membuka wawasan baru melalui perspektif cross cultural, lintas budaya. Di samping itu, Vygotsky juga telah menanamkan adanya proses akselerasi dan peningkatan kadar mental dalam menempuh pendidikan. Semuanya ini membawa konsekwensi terhadap perubahan masyarakat informasi, information based society yang menuntut terciptanya human capacity development, pengembangan kapasitas manusia. Hanya saja, semuanya dapat menjadi kendala besar terhadap kajian gender, rakyat kecil, dan daerah terpencil di dalam mengembangkan kapasitas manusia. Oleh karena itu kita hendaknya berpikir dan bertindak cepat dalam menciptakan fleksibilitas, keterbukaan, berpikir kritis dan kreatif dan menumbuhkan dexterity, ketangkasan, dalam memahami masyarakat yang berbasiskan informasi seperti sekarang ini. Hal inilah yang merupakan kelanjutan dari pemikiran Vygotsky tentang cultural, budaya.

Di Indonesia, program penelusuran bakat dan minat yang dikembangkan oleh beberapa universitas negeri dan swasta adalah salah satu bagian yang tak terpisahkan dengan pandangan Vygotsky yang melihat umur bukanlah hal yang sangat prinsipil dalam mengembangkan kreativitas anak. Di Perguruan tinggi sekelas Institut Teknologi Bandung (ITB) dan beberapa universitas lainnya, telah mengembangkan program penelusuran bakat dan minat yang mereka beri nama jalur Penelusuran Minat, Bakat, dan Potensi atau disingkat (PMPB). Begitu pentingnya menggali dan mengkonstruksi potensi peserta didik, mereka memberikan ujian masuk tersendiri yang terpisah dari ujian masuk mahasiswa pada umumnya.

Program eskalasi dan akselerasi di sekolah dasar seperti yang banyak dikembangkan dan dibicarakan sehubungan dengan keinginan untuk menggali potensi anak berbakat merupakan kontribusi Vygotsky dalam mengembangkan pendidikan. Eskalasi mengandung pengertian penanjakan kehidupan mental, sedangkan akselerasi, acceletion, secara singkat diterjemahkan percepatan (Semiawan, 2002). Lebih jauh, Semiawan (1997) membagi pengertian akselerasi ke dalam dua bagian. Pertama, akselerasi sebagai model pelayanan pembelajaran. Kedua, akselerasi kurikulum atau akselerasi program. Pengertian yang pertama dapat dijalankan dengan memberikan kesempatan yang sebesar-besarnya kepada anak berbakat untuk melompat ke tingkat yang lebih tinggi. Misalnya, seorang anak kelas II SD memiliki kemampuan lebih tinggi pada mata pelajaran matematika. Setelah diberikan tes kemampuan ternyata anak itu memiliki kemampuan yang sama dengan kemampuan anak yang berada di kelas III SD, maka anak tersebut diberi kesempatan untuk duduk di kelas III SD khusus untuk mata pelajaran matematika dan tetap berada di kelas II SD untuk mata pelajaran lainnya. Sedangkan pengertian yang kedua dapat dijalankan dengan melakukan peringkasan program. Misalnya, program yang sebenarnya ditempuh dalam waktu empat bulan dapat dipercepat menjadi satu bulan tanpa mengubah kualitas isi yang diberikan. Di sisi lain, program eskalasi dapat dijalankan dengan memberikan pengayaan materi yang memperhatikan fleksibilitas dan keterampilan berpikir kritis dan kreatif. Seperti dalam program akselerasi, program pengayaan dapat dilakukan secara horizontal dan vertikal. Pengayaan horizontal mengandung pengertian kesejajaran tingkat pengayaan yang diberikan kepada kelas yang sama, sedangkan pengayaan vertikal dapat dijalankan dengan memberikan pengayaan pada kelas yang lebih tinggi.

ZPD DAN PERSPEKTIF MULTIKULTUR DALAM PENDIDIKAN

Muhammad Yaumi


A. Zone of Proximal Development (Lanjutan)

Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa kontribusi penting Vygotsky dalam mengembangkan kapasitas manusia adalah membuka wawasan baru melalui perspektif cross cultural, lintas budaya, menumbuhkan proses akselerasi dan eskalasi dalam menempuh pendidikan. Acceleration, akselerasi berarti percepatan, yang merujuk pada percepatan model pelayanan pembelajaran dan kurikulum atau program. Sedangkan eskalasi adalah penanjakan kehidupan mental yang dilakukan melalui pengayaan berbagai materi yang melibatkan keterampilan berpikir kritis dan kreatif pada tingkat tinggi dengan dexterity yang kompleks. Di sisni, aspek metakognisi menjadi sangat penting dan sangat sulit dilakukan. Metakognisi, metacognition, artinya thinking about thinking atau memikirkan tentang apa yang dipikirkan. Oleh karena itu, metakognisi dipandang sebagai beyond cognition, di luar kognisi, artinya di luar pikiran biasa karena harus melibatkan upaya untuk mengkaji apa yang dipikirkan oleh individu atau anak tentang pikirannya sendiri.

Dengan demikian, Vygotsky telah berhasil menanamkan pentingnya multicultural, budaya jamak, yang memungkinkan terjadinya interaksi antara berbagai kultur dalam mengkonstruksi pengetahuan. Kehidupan multicultural bagi bangsa Indonesia bukanlah sesuatu yang asing dan bahkan akarnya telah menjadi kekhasan dalam khasanah budaya bangsa kita yang tentu saja berbeda dengan Negara lain di dunia termasuk Amerika Serikat. Multikultural yang ada di Amerika berasal dari kumpulan budaya-budaya yang dibawa oleh para imigran dari berbagai Negara seperti dari Jerman, Inggris, Negara-negara dari Timur Tengah, dan lain-lain dan tidak memiliki akar budaya asli yang berbeda. Sedangakan Indonesia memang berasal dari multicultural society, masyarakat multibudaya, yang berasal dari berbagai budaya Sunda, Jawa, Menado, Bali, Ambon, dan sebagainya. Oleh karena itu, Bangsa Indonesia sulit bersatu dalam keberagaman dan crosscultural, lintas budaya sangat berpengaruh dalam membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

B. Perspektif Multikultural dalam Pendidikan

Jika dilihat lebih jauh, di Amerika Serikat pun mengalami kesulitan yang amat sangat besar dalam membina dan mendidik siswa-siswa yang berlatar belakang budaya yang tidak sama. Standar akademik sekolah-sekolah menengah (SMP dan SMA) kadang-kadang membuat kesulitan anak-anak yang berasal dari latar belakang budaya yang berbeda. Seperti komentar W. Raspberry tentang James Madison High School (Sekolah Menengah James Madison) yang mengatakan bahwa kurikulum hanya sesuai dengan Anglo-Am-Middle Class students (siswa yang berasal dari kelas menengah kulit putih) tetapi tidak dapat menjangkau kelompok minority (minoritas)/ low class students (siswa yang berasal dari kelas menengah ekonomi ke bawah). Permasalahan cross cultural yang secara fundamental mempengaruhi ketercapaian prestasi akademik antara anak yang berlatar belakang budaya berbeda seperti yang terjadi di Amerika Serikat itu nampaknya secara inherent telah melanda sedemikian parah sistem pengelolaan pendidikan di Indonesia utamanya dalam mengadakan ujian nasional. Perlakukan pengukuran prestasi akademik terhadap anak yang secara geografis, lingkungan sosial, status ekonomi, dan aksesibilitas sumber belajar yang tidak sama telah didesain untuk memperoleh materi ujian yang sama dan diberi nilai berdasarkan hasil pencapaian prestasi akademik yang diperoleh. Konsekuensinya berimbas kepada munculnya berbagai gejolak yang tidak jarang menciptakan tindakan-tindakan anarki seperti pembakaran gedung sekolah dan penghancuran terhadap fasilitas belajar yang telah dibangun dengan susah payah selama bertahun-tahun.
Pertanyaan yang kemudian muncul adalah ”apakah sama pengaruh belajar sekolah bagi kelompok etnis yang berbeda?” Untuk menjawab pertanyaan ini, perlu secara jernih dan bijak untuk membuat klasifikasi program dan kurikulum yang ditempuh oleh anak-anak yang memiliki kemampuan akademik tinggi yang dapat dengan mudah melanjutkan studi ke perguruan tinggi dengan anak-anak yang mengalami kesulitan secara intektual melanjutkan pendidikan harus didesain untuk mengambil sekolah-sekolah keterampilan, vacational schools. Sayangnya, para pengambil kebijakan di negeri ini belum memiliki persepsi yang sama dalam menformulasi kebijakan untuk mengakomodasi kedua kelompok anak yang secara akademik memiliki kemampuan berbeda tersebut. Seperti dijelaskan oleh Prof. Dr. Conny R. Semiawan dalam buku Catatan Kecil tentang Penelitian dan Pengembangan Ilmu Pengetahuan dalam sub topik ”Strategi Mencari Solusi Ujian Nasioanl (UN)” bahwa heterogenitas populasi bangsa dari Sabang hingga ke Merauke yang memiliki latar belakang bahasa, etnis, sosial ekonomi, dan ragam budaya tidak memenuhi syarat untuk menerapkan standar tunggal berdasarkan raw score hasil tes UN. Oleh karena itu, perlu menerapkan standard score dengan norma tes yang dipakai dalam menerjemahkan skor tes yang diperoleh. Skor Standar itulah yang disebut sigma score atau z score. Untuk menghitung z score, kita harus mengetahui perbedaan antara skor mentah individu dan rata-rata norma sampel dan membagi perbedaan itu dengan deviasi standar dan sampel normatif. Z score inilah yang merupakan salah satu alternatif terbaik untuk meminimalisir terjadinya kesenjangan.

Oleh karena itu, peranan sekolah dalam masyarakat multikultural amat sangat penting dalam rangka menciptakaan equity dan equility, hak-hak yang sama dalam pemerataan untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Menumbuhkan hak-hak yang sama dalam masyarakat multikultural adalah suatu keniscayaan karena keberagaaman kultural itu selalu ada dan bersumber dari tradisi antropologi kultural yang jumlahnya maksimum yang berkorelasi antara satu dengan yang lainnya dan mencakup rasional yang koheren mengapa disebut kelompok yang sama. Pada hakekatnya, multikultural itu mencakup enam kategori, yakni race (ras seperti mongolia, afrika, dan sebagainya), ethnicity (etnik yang merujuk kepada suku bangsa), bahasa, kelas sosial, religi, dan lokasi geografis. Sedangkan gender bukanlah merupakan kategori yang termasuk di dalam komponen multikultural karena merupakan suatu kajian yang digolongkan dalam psychosocial (psiko sosial). Dengan demikian, melihat kompleksitas ciri manusia dalam masyarakat yang beragam, bangsa Indonesia merupakan bangsa yang dibangun dari masyarakat multikultural yang sesungguhnya karena berakar dari rumpun budaya yang berbeda-beda. Sedangkan multikultural yang ada di Amerika Serikat hanyalah keragaman diversity yang terbentuk dari kumpulan budaya-budaya yang dibawa oleh para imigran.

Senin, 20 Oktober 2008

BELAJAR DAN PERKEMBANGAN MANUSIA

Oleh Muhammad Yaumi

A. Perkembangan Manusia

Salah satu aspek yang sangat menarik untuk dikaji tentang teori social development (perkembangan sosial) adalah konsep reciprocal (hubungan timbal balik). Reciprocal adalah suatu proses timbal balik antara human development, perkembangan dari dalam diri seseorang, dengan human learning, perkembangan dari luar diri seseorang. Artinya, perkembangan dari dalam diri seseorang mengalami proses reciprocal dengan apa yang sesungguhnya dipelajari dan diperoleh melalui lingkungan.Walaupun demikian, proses siklus yang terjadi dalam diri seseorang akan lebih banyak berperanan di dalam aktualisasi diri. Ketika seorang guru berdialog dengan siswanya di dalam ruangan kelas, maka terjadi proses timbal balik secara interaktif dalam menciptakan makna, making meaning, dalam pembicaraan di mana siswa dapat mengkonstruksi pengetahuan berdasarkan hasil olahan sendiri setelah mendapat pengajaran dari gurunya. Hal ini menjadi masalah psikologis tersendiri di dalam mengkonstruksi pengetahuan karena sangat tergantung dari sejauh mana seseorang dapat mengolah aspek dari dalam diri dan memadukannya dengan pengetahuan baru yang diperoleh melalui proses belajar. Jadi, reciprocal bukanlah suatu proses pemerolehan pengetahuan yang dilakukan dengan cara plagiat, menjiplak atau mengkopi-pastekan, melainkan dilakukan dengan menformulasi kembali berdasarkan hasil penalaran mendalam sehingga mampu mengkonstruksi berdasarkan pengertian sendiri dengan menggunakan bahasa sendiri.

Hal lain yang menjadi fokus perhatian dalam studi perkembangan manusia juga adalah terjadinya unshared environment, lingkungan yang tidak terbagi, ketika terselenggaranya proses pembelajaran. Unshared environment adalah suatu kondisi lingkungan di mana peserta didik mendapat pengetahuan yang tidak terbagi unshared, antara peserta didik yang satu dengan yang lainnya. Seorang guru menyajikan mata pelajaran kepada siswa dalam suatu ruangan kelas yang sama, menggunakan metode yang sama, dan mendapat materi pelajaran yang sama, tetapi tingkat perbedaan pencapaian pemerolehan pengetahuan siswa dapat berbeda-beda tergantung dari pengaruh reciprocal (timbal balik) antara proses pengolahan internal anak didik dengan kemampuan untuk memperoleh pengetahuan baru.

B. Human Learning and Human Development (Belajar dan Perkembangan Manusia)

Dalam studi perkembangan manusia pada masa-masa sebelumnya, human learning dipandang sebagai sesuatu paham yang sangat terpisah dengan human development. Hal ini disadari mengingat kedua pandangan ini sangat menitikberatkan pada dua aspek yang berbeda. Di satu sisi, human developmant lebih mengartikan perkembangan itu hanya dari dalam diri seseorang, sedangkan di sisi lain human learning berasal dari luar diri seseorang (lingkungan). Walaupun terdapat beberapa perbedaan mendasar, tetapi kedua pandangan ini mempunyai banyak persamaan. Jika kita menyimak lebih dalam tentang apa yang telah dikemukakan oleh Vygotsky bahwa tanpa lingkungan belajar yang kondusif atau invitational learning environment, maka tidak akan mungkin terjadi human learning yang pada gilirannya akan membawa dampak kegagalan pada human development. Jadi, keduanya merupakan dua sisi dari satu mata uang yang sama, terjadi proses reciprocal yang membangun satu kesatuan yang utuh dalam mempengaruhi pertumbuhan manusia.

Walaupun terjadi beberapa perbedaan di antara kedua human learning dan development, tetapi terdapat juga kesamaanya, yaitu keduanya sama-sama membawa dampak perubahan dalam diri manusia. Jika human development membawa dampak perubahan dalam diri anak sesuai dengan tahap-tahap perkembangannya, sedangkan human learning membawa dampak perubahan dari hasil pengaruh sosial budaya uang melingkupinya. Hal ini bebrbeda dengan pandangan Ivan Pavlov yang mengatakan bahwa berikan saja pengaruh-pengaruh kepada anak, maka dia pasti akan berubah. Pandangan ini sebenarnya hanya berlaku bagi perubahan yang terjadi pada binatang seperti halnya anjing tetapi tidak selamanya dapat terjadi pada diri manusia. Karena ada aspek-aspek subjektif yang tidak dapat dideteksi secara gampang dalam kaitannya dengan human development.

C. Perbedaan Pandangan antara Piaget dan Vygotsky tentang Perkembangan

Piaget memandang bahwa terdapat tahapan-tahapan perkembangan kognisi anak seperti umur 0-2 tahun adalah tahapan pengembangan sensory-motor stage, tahap perkembangan sensori motor, umur 2 sampai 5 tahun adalah tahapan preoperational stage, umur 7 – 11 tahun adalah tahap concrete operation sifatnya universal. Pandangan inilah yang dianggap keliru oleh banyak pihak yang tidak sependapat dengannya. Piaget dianggap terlalu menekankan pada human development tanpa melihat lebih dalam pengaruh lingkungan. Namun demikian, Piaget digolongkan sebagai tokoh ”pendobrak” yang telah berhasil mengubah paradigma lama tentang belajar yang menitikberatkan pada teacher center menjadi terfokus dalam diri pemebelajar, learner center. Artinya, learner mengkonstruksi pengetahuan berdasarkan pemahaman mereka sendiri. Teori Piaget kemudian dimodifikasi melalui teori NeoPiagetians yang menggali suatu proses yang dikenal dengan istilah Human Information Prosessing, prosesing informasi manusia, yang diprakarsai oleh tokohnya yang bernama Bronfen Brenner. Teori ini dikenal juga dengan sistem ekologis yang terbagi ke dalam empat bagian yaitu , (1) ekologi micro, yakni lingkungan orang tua dan anak, (2) ekologi meso yakni sekolah dan lingkungan sekitar, (3) ekologi ekso, yang terkait dengan budaya, dan (4) makro. Keempat ekologi ini dipandang sebagai sistem yang sangat berpengaruh dalam human development dan learning dan bukan seperti teori Piaget tentang pertumbuhan intelektual manusia yang dikenal dengan istilah asimilasi dan akomodasi. Piaget memandang bahwa Asimilasi melibatkan penggabungan pengetahuan baru dengan struktur pengetahuan yang sudah ada sebelumnya. Akomodasi berarti perubahan struktur pengetahuan yang sudah ada sebelumnya untuk mengakomodasi hadirnya informasi baru. Yang pertama berfungsi untuk menambah pengetahuan, sedangkan yang kedua merujuk pada terjadinya penemuan tentang sesuatu. Penyatuan dua proses asimilasi dan akomodasi inilah yang membuat anak dapat membentuk schema(tunggal) dan jamaknya schemata.

Sedangkan Vygotsky telah memberikan kontribusi penting dalam perkembangan manusia dengan membuka wawasan baru melalui perspektif cross cultural, lintas budaya. Di samping itu, Vigotsky juga telah menanamkan adanya proses akselerasi dan peningkatan kadar mental dalam menempuh pendidikan. Semuanya ini membawa konsekwensi terhadap perubahan masyarakat informasi, information based society yang menuntut terciptanya human capacity development, pengembangan kapasitas manusia. Hanya saja, semuanya dapat menjadi kendala besar terhadap gender, rakyat kecil, dan daerah terpencil di dalam mengembangkan kapasitas manusia. Oleh karena itu kita hendaknya berpikir dan bertindak cepat dalam menciptakan fleksibilitas, keterbukaan, berpikir kritis dan kreatif dan menumbuhkan dexterity, ketangkasan, dalam memahami masyarakat yang berbasiskan informasi seperti sekarang ini. Hal inilah yang merupakan kelajnutan dari pemikiran Vigotsky tentang cultural, budaya.

Rabu, 15 Oktober 2008

Jean Piaget, Pandangan, dan Kontribusinya dalam Pendidikan

Muhammad Yaumi


A. Riwayat Singkat Jean Piaget (1896 – 1980)

Jean Piaget dilahirkan di Neuchâtel (Switzerland) pada tanggal 9 Agustus 1896. Dia meninggal di Geneva pada tanggal 16 September, 1980. Dia adalah anak tertua dari pasangan suami istri Arthur Piaget, seorang profesor Kesusastraan abad pertengahan dan Rebecca Jackson. Pada usia yang masih dibilang kecil pada saat itu yakni 11 tahun di Neuchâtel Latin high school, dia menulis suatu ulasan tentang albino sparrow. Paper singkat ini mendapat perhatian khusus dari berbagai pihak dan dianggap sebagai permulaan karir ilmiah yang brilian dari seseorang yang telah menulis lebih dari enam puluh buku dan beberapa ratus artikel.

Piaget telah diberi gelar sebagai seorang interaktionis dan juga konstruktivis. Ketertarikannya terhadap pengembangan kognisi yang diangkat dari hasil perlakuan melalui training di dalam ilmu alam dan epistimologi telah mengangkat dirinya menjadi ilmuan sejati. Piaget sangat tertarik dengan pengetahuan dan bagaimana anak-anak datang untuk mengetahui dunia mereka. Dia mengembangkan teori kognitif dengan betul-betul mengamati perkembangan anak-anak (beberapa di antara anak tersebut adalah anak kandungnya sendiri). Dengan menggunakan standar pertanyaan sebagai titik awal, dia mencoba mengikuti jalan pikiran anak-anak melalui training dan membuat pertanyaan lebih fleksibel. Piaget percaya bahwa jawaban dan komentar anak-anak tersebut yang sifatnya spontan memberikan tanda untuk memahami jalan pikiran mereka. Dia malah tidak tertarik dengan salah atau benarnya jawaban diberikan oleh anak-anak, tetapi bentuk-bentuk logika dan alasan apa yang digunakan oleh anak-anak dalam memberikan komentar itulah yang menjadi perhatian khusus. Setelah bertahun-tahun melakukan observasi, Piaget menyimpulkan bahwa perkembangan intelektual adalah hasil interaksi antara faktor bawaan sejak lahir dengan lingkungan di mana anak-anak itu berkembang. Seperti anak-anak yang berkembang dan secara konstan berinteraksi dengan lingkungan di sekitar mereka, pengetahuan dibangun dan ditemukan serta ditemukan kembali. Teori Piaget tentang perkembangan intelektual merupakan dasar dalam ilmu biologi. Ginn (2008) mengatakan bahwa Piaget melihat pertumbuhan kognitif sebagai suatu ekstensi dari pertumbuhan biologis dan diolah melalui prinsip-prinsip dan hukum yang sama. Piaget juga memandang bahwa perkembangan intelektual mengontrol setiap perkembangan aspek lain seperti emosi, sosial, dan moral.


B. Pandangan Jean Piaget tentang Pengembangan Intelektual

Untuk dapat memahami bagaimana pandangan Piaget tentang pengembangan intektual, berikut ini akan dijelaskan dua kategori; (1) tahapan-tahapan perkembangan intelektual dan (2) bagaimana cara anak itu belajar mengkonstruksi pengetahuan.


1. Tahapan-tahapan Perkembangan Intelektual

Piaget telah terkenal dengan teorinya mengenai tahapan dalam perkembangan kognisi. Piaget menemukan bahwa anak-anak berpikir dan beralasan secara berbeda pada periode yang berbeda dalam kehidupan mereka. Dia percaya bahwa semua anak secara kualitatif melewati empat tahap perkembangan seperti umur 0 - 2 tahun adalah tahapan pengembangan sensory-motor stage, tahap perkembangan sensori motor, umur 2 sampai 7 tahun adalah tahapan preoperational stage, umur 7 – 11 tahun adalah tahap concrete operation (Marxists, Setiap tahap mempunyai tugas kognitif yang harus diselesaikan. Pada tahap sensori motor, susunan mental anak hanya dapat menerima dan menguasai objek yang kongkrit. Penguasaan terhadap simbol terjagi hingga anak itu berada pada tingkat preoperational. Sedsangkan pada tahap konkrit, anak-anak belajar menguasai pengelompokkan, hubungan, angka-angka, dan alas an dari mana semuanya itu diperoleh Tahap terakhir adalah tahap penguasaan pikiran (Evans, 1973).


2. Bagaimana Anak itu Belajar

Suatu komponen terpenting dalam teori perkembangan intektual Piaget adalah melibatkan partisipasi murid. Artinya bagaimana murid mempelajari sesuatu sekaligus mengalami sesuatu yang dipelajari tersebut melalui lingkungan. Pengetahuan bukan semata-mata berarti memindahkan secara verbal, melainkan harus dikonstruksi dan bahkan direkonstruksi oleh murid. Piaget menyatakan bahwa anak-anak yang ingin mengetahui dan mengkonstruksi pengetahuan tentang objek di dunia, mereka mengalami dan melakukan tindakan tentang objek yang diketahuinya dan mengkonstruksi objek itu berdasarkan pemahaman mereka. Karena pengertian mereka terhadap objek itu dapat mengatur realitas dan tindakan mereka. Murid harus aktif, dalam pengertian bahwa murid bukanlah suatu bejana yang harus diisi penuh dengan fakta. Pendekatan belajar Piaget merupakan pendekatan kesiapan. Pendekatan kesiapan dalam psikologi perkembangan menekankan bahwa anak-anak tidak dapat belajar sesuatu sampai kematangan memberikan kepada mereka prasyarat-prasyarat. Kemampuan untuk mempelajari konten kognisi sealu berhubungan dengan tahapan dalam perkembangan intelektual mereka. Dengan demikian, anak yang berada pada tahapan dan kelompok umur tertentu tidak dapat diajarkan materi pelajaran yang lebih tinggi dari pada kemampuan umur anak itu sendiri. Pertumbuhan intektual melibatkan tiga proses fundamental; asimilasi, akomodasi, dan aquilibrasi (penyeimbangan). Asimilasi melibatkan penggabungan pengetahuan baru dengan struktur pengetahuan yang sudah ada sebelumnya. Akomodasi berarti perubahan struktur pengetahuan yang sudah ada sebelumnya untuk mengakomodasi hadirnya informasi baru. Penyatuan dua proses asimilasi dan akomodasi inilah yang membuat anak dapat membentuk schema. Seperti yang dipahami dalam teori schema, istilah schema (tunggal) merujuk pada representasi pengetahuan umum. Sedangkan jamaknya schemata tertanam dalam suatu komponen atau ciri ke komponen lain pada tingkat abstraksi yang berbeda. Hubungannya lebih mendekati kemiripan dalam web dari pada hubungan hirarki. Artinya, setiap satu komponen dihubungkan dengan komponen-komponen lain (SIL International, 1999).
Lebih jauh, yang dimaksud dengan equilibration adalah keseimbangan antara pribadi seseorang dengan lingkungannya atau antara asimilasi dan akomodasi. Ketika seorang anak melakukan pengalaman baru, ketidakseimbangan hampir mengiringi anak itu sampai dia mampu melakukan asimilasi atau acomodasi terhadap informasi baru yang pada akhirnya mampu mencapai keseimbangan (equilibrium). Ada beberapa macam equilibrium antara asimilasi dan akomodasi yang berbeda menurut tingkat perkembangan dan perbagai persoalan yang diselesaikan. Bagi Piaget, equilibrasi adalah faktor utama dalam menjelaskan mengapa beberapa anak inteligensi logisnya berkembang lebih cepat dari pada anak yang lainnya.


C. Implikasi Pandangan Piaget dalam Pendidikan

Jika ada kurikulum yang menekankan pada filosofi pendidikan yang berorientasi pada pemelajar (murid) sebagai pusat, learner-centered, maka model kurikulum seperti itulah yang diinspirasi dari pandangan Piaget. Sedangkan, beberapa metode pengajaran yang diterapkan pada kebanyakan sekolah di Amerika waktu itu seperti metode ceramah, demonstrasi, presentasi audi-visual, pengajaran dengan menggunakan mesin dan peralatan, pembelajaran terprogram, bukanlah merupakan metode yang dikembangkan oleh Piaget. Piaget mengembangkan model pembelajaran discovery yang aktif dalam lingkungan kelas. Inteligensi tumbuh dan berkembang melalui dua proses asimilasi dan acomodasi. Dengan demikian, pengalaman harus direncanakan untuk membuka kesempatan untuk melakukan asimilasi dan akomodasi. Anak-anak harus diberikan kesempatan yang seluas-luasnya untuk untuk mencari, memanipulasi, melakukan percobaan, bertanya, dan mencari jawaban sendiri terhadap berbagai pertanyaan yang muncul. Namun demikian, bukan berarti pemelajar dapat melakukan apa saja yang mereka ingginkan. Kalau demikian halnya, apa peranan guru dalam ruangan kelas? Guru seharusnya mampu mengukur kemampuan, kelebihan, dan kekurangan yang dimiliki siswa. Pembelajaran harus dirancang untuk menfasilitasi keberbedaan siswa dan dapat memberikan kesempatan yang luas untuk membangun komunikasi antara siswa yang satu dengan yang lainnya, untuk berdebat, dan saling menyanggah terhadap isu-isu aktual yang diberikan kepada siswa. Keberadaan guru harus mampu menjadi fasilitator pengetahuan, mampu memberikan semangat belajat, membina, dan mengarahkan siswa. Seharusnya tidak menekankan kepada benar-salah, melainkan bagaimana menfasilitasi siswa agar dapat mengambil pelajaran dari kesalahan yang diperbuat. Pembelajaran harus lebih bermakna dengan memberi peluang kepada siswa untuk melakukan percobaan sendiri dari pada harus mendengarkan lebih banyak dari hasil ceramah dari guru. Guru harus mampu menghadirkan materi pelajaran yang membawa murid kepada suatu kesadaran untuk mencari pengetahuan baru. Dalam bukunya yang berjudul To Understand Is to Invent, Piaget mengatakan bahwa prinsip dasar dari metode aktif dapat dijelaskan sebagai berikut: Untuk memahami harus menemukan atau merekonstruksi melalui penemuan kembali dan kondisi seperti ini harus diikuti jika menginginkan seseorang dibentuk guna mampu memproduksi dan mengembangkan kreativitas dan bukan hanya sekedar mengulangi. Dalam pembelajaran aktif, guru harus memiliki keyakinan bahawa siswa akan mampu belajar sendiri.

Minggu, 12 Oktober 2008

BELAJAR DALAM KONTEKS SOSIAL

Muhammad Yaumi

A. Dampak Penelitian Neuroscience terhadap Belajar

Penggunaan the whole brain approach dalam menfungsikan kedua belahan otak kiri dan otak kanan merupakan upaya yang harus dilakukan semaksimal mungkin dalam upaya mendidik anak agar mencapai perkembangan yang seimbang. Mengabaikan salah satu dari keduanya akan menyebabkan anak itu berkembang tidak dalam batas-batas kewajaran. Oleh karena itu, Invitational Learning Invironment adalah lingkungan belajar yang mengundang anak ke dalam dunia belajar dengan membawa anak agar berminat, interested, terhadap hal-hal yang dipelajari. Invititation berarti mengundang laksana tamu yang diundang untuk menghadiri suatu acara.

Begitulah gambarannya anak didik yang menghadiri pelajaran laksana menikmati sajian yang disediakan oleh yang mengundang, guru. Hal inilah yang akan menghasilkan apa yang dimaksudkan dengan interface, antara apa yang dibicarakan dengan yang keluar dari diri seseorang. Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa manusia itu dilahirkan dengan membawa potensi, bakat dan lebih dari satu bakat. Bakat itu harus berubah dan berkembang menjadi kenyataan dalam bentuk prilaku konkrit. Perkembangan menuntut adanya pembelajaran dan pengalaman agar bisa berubah. Jadi, antara perkembangan dan pembelajaran sama-sama mengharapkan adanya perubahan. Keduanya bagaikan dua sisi dari satu mata uang yang menyatu dalam wujud aktualisasi.

B. Pengaruh Lingkungan terhadap Pertumbuhan Inteligensi (Penelitian Neuroscience)

Kematangan banyak dibantu oleh pengalaman melalui lingkungan. Pendidikan itu penting bagi setiap anak, tapi harus diingat bahwa pendidikan itu harus sesuai dengan kebutuhan anak, baik menyangkut materi dan aspek internal perkembangan anak seperti tingkatan umur. Tingkat umur harus sesuai dengan apa yang disebut Development Appropriate Practice (DAP) atau praktek kesesuaian perkembangan yang menuntut adanya kebermaknaan. Kalau anak itu diajarkan menyanyi hendaknya diajarkan lagu-lagu yang bermakna sesuai dengan kondisi anak yang sesungguhnya. Sebaliknya kita hendaknya jangan mengajarkan nyanyian yang tidak sesuai dengan maknanya atau asal bunyi saja tanpa mengaitkannya dengan kondisi riil yang sesungguhnya.

Piaget adalah orang yang pertama menemukan bahwa pembelajaran itu harus disesuaikan dengan kondisi murid, bukan disesuaikan dengan pengetahuan yang kita miliki. Di situ harus ada kesiapan untuk mengamati agar terjadi kecocokan pembelajaran dengan kemampuan murid. Di sisi lain Vigostsky mengatakan jangan hanya terikat pada apa yang dijadikan patokan seperti yang dikemukan oleh Piaget bahwa terdapat umur yang dijadikan patokan secara universal seperti umur 0 - 2 tahun adalah tahapan pengembangan sensory-motor stage, tahap perkembangan sensori motor, umur 2 sampai 5 tahun adalah tahapan preoperational stage, umur 7 – 11 tahun adalah tahap concrete operation. Menurut Piaget mematokkan tingkat-tingkat sesuai dengan umurnya dan tidak boleh memberikan pelajaran di atas dari patokan umur tersebut. Karena Piaget melakukan penelitian di rumah yatim piatu yang sesungguhnya meneliti anak yang pertumbuhannya tidak wajar karena tidak memiliki sanak keluarga kecuali teman-teman mereka sendiri. Padahal sangat perlu adanya interaksi dengan yang lain.

Sedangkan Vigostsky menggunakan teori tentang Zone of Proximal Development (ZPD) yang merupakan dimensi sosio-kultural yang penting sebagai dimensi psikologis. Seorang guru dalam melaksanakan kewajiban mengajarnya harus memahami murid dalam dinamika sosial. Guru yang terampil mengajar adalah guru yang selalu mengaitkan kegiatan belajarnya dengan konteks sosial. Mengingat terdapat rentangan potensial belajar yang dibentuk dari kebudayaan, maka perlu menumbuh kembangkan fungsi-fungsi dalam proses mencapai kematangan ZPD, suatu rentangan potensial belajar yang sebenarnya belum matang dan tuntas aktualisasinya, tetapi sudah mengarah ke suatu daerah antara potensi dan aktualisasi.

Jadi Vigostsky adalah seorang ahli yang selalu memperhatikan konstruksi sosial. Menurut dia, seluruh perkembangan dan prilaku manusia selalu ada proses kesesuaian antara prilakunya dengan konstruksi sosial, process of approriation by behavior. Appropriation berarti kesesuaian prilaku dengan konstruksi sosial yang terdapat dalam kehidupan masyarakat. Sedangkan Piaget melihat dan membangun teorinya lebih pada perkembangan pribadi perorangan, personal constructivist theory yang tentu saja berbeda dengan Vigostsky yang lebih menitikberatkan pada sosial constructivist. Piaget sangat terkait dengan proses dasar-dasar biologis manusia. Vigostsky mengatakan bahwa memang perkembangan kognitif sangat terkait dengan proses dasar-dasar biologis manusia yang banyak kemiripannya dengan binatang, tetapi masih ada psikologis tinggi anak lahir dengan membawa rentangan kemampuan, persepsi, dan perhatian dalam konteks sosial dan pendidikan akan tertransformasikan. Artinya perubahan itu terjadi kalau anak tersebut dididik dalam konteks sosial melalui hukum sosial, bahasa, sarana, kebudayaan tertentu dapat menjadikan fungsi psikologis kognisi tinggi. Inilah ciri pandangan Vigostsky yang mendapat pertentangan yang sangat hebat di Rusia, terutama dari kaum behavioris yang bernama Ivan Pavlov. Dengan demikian, yang dimaksud dengan ZPD adalah jarak antara tingkat perkembangan actual dengan tingkat perkembangan potensial. Di sini, orang yang sudah matang dapat menyelesaikan masalah sendiri tanpa bantuan orang lain. Jika daerah actual itu putih dan daerah potensial itu hitam, maka terdapat daerah yang abu-abu, gray area, yang merupakan daerah ZPD, tetapi sudah dekat dengan daerah yang putih.

Vigostsky juga mengemukakan adanya scaffolded instruction, pembelajaran yang mengikuti lompatan-lompatan, yang dia bagi ke dalam tiga prinsip utama, yaitu holistik yang artinya harus bermakna, harus dalam konteks sosial tertentu, harus memiliki peluang untuk berubah dan terkait antara tingkat yang satu dengan tingkat berikutnya. Kalau ketiga hal ini dapat diwujudkan, maka hal itulah yang disebut dengan pembelajaran yang menggunakan pendekatan timbal balik atau dikenal dengan istilah Reciprocal Teaching Approach. Malah anak itu akan memperoleh tantangan yang terkait dengan aktivitas di luar dari tingkat perkembangannya.

C. Generik Research: Developmental Interface dan Unshared Environment

Sedangkan pada tahap seseorang anak berada dalam ZPD dapat dilihat ke dalam empat tahapan; yakni ada tahapan di mana kinerja anak mendapat bantuan dari pihak lain seperti teman-teman sebayanya. Oleh karena itu tahapan ini dapat menggunakan model pembelajaran kooperatif atau kolaboratif. Pada tahap berikutnya, anak itu akan mengalami perkembangan, di mana kinerjanya tidak lagi terlalu banyak mengharapkan bantuan dari pihak lain, less dependence external assistence. Kinerja anak pada tahap ini sudah terinternalisasi dan kita juga sudah bisa berasumsi bahwa tanggungjawab anak pada tahap ini sudah berada pada titik kemampuan untuk menolong dirinya sendiri. Setelah itu anak tersebut akan mencapai tahap automatisasi, di mana kinerjanya sudah lebih terinternalisasi secara otomatis walaupun masih melakukan sedikit kesalahan. Setelah itu, barulah kinerjanya mampu mengeluarkan perasaan dari kalbu, jiwa, dan emosinya yang dilakukan secara berulang-ulang, bolak-balik, recursion. Pada tahap ini, keluarlah apa yang disebut dengan de automatisation sebagai puncak dari kinerja sesungguhnya. Maka berfungsilah kedua belahan otak kanan dan otak kiri anak di dalam proses pembelajarannya yang pada akhirnya dapat menghasilkan interface dan unshared environment, di mana terjadi pertautan antara apa yang dibicarakan dengan prilaku yang dilaksanakan dalam suatu lingkungan yang tidak terbagi.

Sabtu, 11 Oktober 2008

Hakekat Manusia, Multi Kultural, dan Ilmu Pengetahuan

Muhammad Yaumi


A. Struktur Individual dan Struktur Super Individual

Berbicara mengenai struktur otak manusia, sebenarnya tidak ada istilah yang disebut otak kiri dan otak kanan. Istilah yang tepat untuk digunakan adalah belahan otak kiri dan kanan. Kedua belahan otak tersebut memiliki fungsi, ciri, dan respon yang berbeda-beda. Belahan otak kiri berfungsi untuk berpikir logis, teratur, linear, dan rasional. Dalam kaitannya dengan berpikir dengan rasio terdapat suatu ungkapan “saya berpikir karena itu saya ada” yang maksudnya Manusia lahir sudah dengan pikiran dan rasionya. Ungkapan tersebut bukan bermakna “saya ada karena itu saya berpikir”. Jadi, kalau ada yang menulis disertasi, aspek rasionalnya lebih difokuskan pada pertanyaan yang sifatnya kemengapaan sesuatu.


Berbeda dengan fungsi otak kiri,ciri otak kanan lebih bersifat holistic, sehingga untuk menjawab pertanyaan kemengapaan kita harus berpikir holistik yang dikembangkan secara imajinatif terhadap apa yang akan terjadi apabila melakukan sesuatu aktivitas. Otak kanan juga berfungsi untuk meresponi hal-hal yang sifatnya manusiawi (human) dan intuitif. Intiusi adalah titik puncak kemampuan manusia yang menyebabkan adanya kreativitas dan imajinasi . Jadi intuisi berarti kesadaran yang tidak disadari. Fungsi, ciri, dan respon kedua belahan otak yang berbeda-beda ini diumpamakan seperti nuclear. Karena otak manusia seperti pada nuclear belahan otak itu nuclear fission, membelah nuklir atau nuclear fusion, melebur nuklir pada suatu konfigurasi energi tertentu. Konfigurasi lapangan energi dalam otak manusia berubah dalam waktu yang singkat sekali 1/10.000 mile sekonden. Jadi kalau kita tidak menggunakan otak kiri dan kanan secara maksimal, maka neuron-neuron sel otak kita akan mubazir.


Pada otak kanan misalnya, ketika kita merespon seolah-olah kita melihat pola tertentu, suatu loncatan-loncantan tertentu dan secara visual kita melihat sesuatu secara holitik. Tetapi, kadang-kadang eksistensi sesuatu tidak kelihatan atau tersebunyi, hidden laksana suatu suatu generator. Misalnya; seorang anak tidak nampak adanya suatu kemampuan yang sangat luar biasa. Sedangkan belahan otak kiri memproses secara logik, sequential (berurutan), verbal, incremental (tambahan). Kalau menjadi editor, orang yang memiliki kekuatan pada belahan otak kirinya sangat memperhatikan letak titik, komanya suatu tulisan. Artinya orang itu mampu memproses sesuatu dengan sangat teliti. Dalam pelajaran matematika misalnya, otak kiri mengarahkan anak untuk mengitung 2 x 2 = 4 atau 3 x 3 = 9, dan seterusnya. Tetapi jika terjadi manipulasi di dalam perhitungan seperti 2 x 2 = 4 atau 10 - 6 = 4, maka fungsi otak kanandapat diaktifkan. Dengan demikian, jika seseorang memiliki inteligensi sangat tinggi, tetapi tidak mengasah belahan otak kiri belum tentu bisa berhasil dalam pergaulan di masyarakat. Tetapi orang yang memiliki inteligensi biasa-biasa saja dan kedua belahan otak kiri dan kanannya digunakan, maka akan lebih berhasil di masyaraktat walaupun mungkin di sekolah hanya hanya mendapat prestasi yang biasa-biasa saja.


Konstitusi inteligensi memungkinkan pengaruh-pengaruh lingkungan masuk kepada kita. Hal inilah yang dimaksudkan oleh Piaget dengan unconscious awareness atau kesadaran yang tidak disadari, yakni saluran pengalaman yang tak disadari yang bermula dari suatu refleks yang kemudian berubah menjadi reaksi yang terkontrol apabila cerebral cortex (otak depan), berkembang menjadi organisasi mental yang luas. Karena manusia itu mendapat rangsangan dari luar, hidupnya dirangsang oleh stimulus dari luar yang dapat melalui tulang sum-sum dari reaksi yang tidak disadari atau mungkin langsung masuk ke bagian mulut melalui gerakan refleks. Tapi jika stimulus itu sampai ke otak, maka terjadilah refleks yang terkontrol. Begitulah prilaku yang terjadi pada diri manusia.


B. Nilai Kebudayaan dan Makna Ilmu Pengetahuan Bathiniah

Eksperimen-eksperimen mencoba mempelajari prilaku manusia dalam way of life. Eksperimen-eksperimen tersebut menjelaskan sebab-musabab atau penjelasan kausalitasnya. Sedangkan Spranger dan W. Dithey mengkajinya melalui Verstehen, memahami maknanya melalui hubungan bathin atau mengkajinya dengan memahami bathin orang lain. Jadi, penjelasan kausalitas adalah penjelasan melalui pengukuran prilaku sadar. Sedangkan dari Verstehen berusaha menangkap makna sesuatu yang menjelaskan faktor dari totalitas nilai tertentu. Jadi impati kita ikut berbicara dalam persoalan tertentu. Makna selalu dijelaskan dalam nilai keseluruhan proses tertentu. Jika kita mengucapakan kata-kata, itu bisa bermakna kalau sudah berwujud kalimat tertentu. Misalntya Jam bisa bermakna kalau dilihat nilai kesuluruhan jam itu sendiri sebagai perwujudan waktu. Jadi, prilaku manusia itu bisa bermakna apabila bertujuan untuk perwujudan nilai.


Dalam way of life, ada suatu susunan hierarchy dari keseluruhan bagian-bagian sistem nilai yang bermakna. Jika kita berbicara tentang psikologi nilai, ada suatu struktur dari keseluruhan nilai yang teratur. Berbeda dengan kausalitas yang hanya membicarakan sesuatu sebab hubungan tertentu. Individu adalah bagian dari keseluruhan masyarakat yang merupakan anggota struktur super individual, lebih dari individual. Menurut Spranger, kehidupan bathin kita merupakan kehidupan bathin yang sifatnya subjektif, sedangkan suatu struktur super individual mengandung nilai-nilai yang sudah disepakati bersama sebagai kehidupan bathin yang objektif. Yang disebut baik, jahat, indah adalah nilai yang secara objektif berlaku bagi setiap individu. Struktur super individual sudah memiliki suatu hierarchy nilai dari setiap individu yang langsung mempengaruhi kehidupan masyarakat. Pertanyaannya mana yang primer? Jawabanya tergantung dari bentuk masyarakatnya. Jika masyarakatnya sangat otoriter, maka pasti struktur individual dapat mempengaruhi struktur super individual. Jadi, pendidikan sangat berperanan karena merupakan bagian atau makna dalam keseluruhan struktur.


C. Konsep Ilmu Pendidikan

Selanjutnya menyangkut aspek kultural, nilai, dan ciri manusia, berbagai nilai, dalam kaitannya dengan perkembangan manusia, aspek nilai kenegaraan nilai yang terkandung dalam kulturnya adalah kekuasaan dan ciri manusianya adalah manusia politik. Aspek cultural ekonomi, nilainya adalah manfaat dan ciri manusianya adalah business. Aspek masyarakat sebagai suatu kultur atau way of life, nilainya adalah sosial dan cirri manusianya adalah sosial. Aspek ilmu pengetahuan, nilainya adalah teori dan ciri manusianya ilmuan. Aspek seni, nilainya adalah estetika sedangkan ciri manusianya adalah seniman, dan aspek agama, nilainya adalah religi dan ciri manusianya religious. Jadi, seluruh kehidupan ini terbagai ke dalam enam struktur yang berbeda-beda dan keenam nilai ini ada di dalam diri setiap manusia. Tidak mutlak susunan nilai yang ada di dalam diri kita mengikuti susunan yang digambarkan di atas. Tetapi, setiap kita memiliki struktur yang berbeda-beda tergantung dari susunan masyarakatnya.

Mengapa Dimensi Kultural Psikologis dalam Pendidikan

Muhammad Yaumi


Why, mengapa, dimensi kultural psikologis dalam pendidikan. Pernyataan ini merupakan entry point mengawali suatu perkuliahan dalam mata kuliah “Dimensi Kultural Psikologis dalam Pendidikan bersama Ibu Prof. Conny Semiawan dan Ibu Dr. Yufiarti. Ketika pernyataan ini diformulasi ke dalam bentuk pertanyaan “mengapa perlu adanya dimensi kultural psikologis dalam pendidikan? Berbagai pandangan dari kawan-kawan pun muncul untuk meresponi pertanyaan tersebut. Sebagian kawan mengatakan bahwa kehidupan manusia tidak dapat dipisahkan dari aspek kultural psikologis.


Oleh karena itu, pendidikan harus dirancang untuk menopang tumbuh kembangnya aspek ini di dalam praktek-praktek pendidikan. Teman yang lain memberikan pernyataan yang nampaknya bersumber dari hasil cara berpikir yang sama yang melihat betapa manusia membutuhkan interaksi sosial dalam menjalankan aktifitasnya sehari-hari. Dengan demikian, manusia yang satu membutuhkan pembinaan, arahan dan didikan dari manusia lainnya. Kedua jawaban tersebut pada hakekatnya tidak keliru, tetapi belum berpijak pada potensi dasar manusia yang dibawa sejak lahir. Potensi dasar yang dimaksud adalah hadirnya manusia (bayi) dengan membawa masing-masing keunikan individual yang multi kompleks yang merupakan keutuhan jamak dengan penuh keterarahan. Keutuhan jamak tetapi memperhatikan keterarahan individualitas yang unik. Dikatakan unik karena tidak satu pun manusia yang lahir di dunia memiliki kesamaan bentuk rupa dan tingkat kecerdasan sekalipun dilahirkan dalam bentuk anak kembar.



Hakekat Keunikan Individu Manusia

Manusia lahir dari 1 – 200 miliar sel otak, neuron-neuron, tapi yang kita pakai Cuma 5%. Padahal 1-200 miliar sel otak, sejumlah plamir di luar angkasa mampu memproses beberapa triliunan informasi. Tapi Kebenayakan neuron-neuron itu tidak bekerja, Tidur, pinsang, atau belum berfungsi. Kalau yang dihasilkan luar biasa, maka the hiden excellence paling unggul. Jadi, manusia di seluruh dunia belum menggunakan seluruh potensinya, belum menggunakan inteligensinya yang diekspresikan melalui kehidupan intelectualnya. Apa lagi manusia Indonesia yang dipakai Cuma berapa person. Ada anekdot atau lelucon bahwa pernah suatu ketika di mal Amerika ada penjualan otak dan otak orang Indonesia paling laris karena belum pernah dipakai. Oleh sebab itu, kita hendaknya menggunakan semaksimal mungkin sel otak kita melalui model pendidikan. Jadi, setiap anak dilahirkan dengan bakat yang berbeda-beda. Sedangkan yang dimaksud dengan bakat adalah kemampuan inheren dalam diri seseorang yang dibawa sejak lahir dan terkait dengan struktur otak. Secara genetis struktur otak terbentuk sejak lahir tetapi bagaimana fungsinya sangat ditentukan oleh cara anak berinteraksi dengan lingkungannya (aktualitas).



Di samping itu, tingkat kecerdasan, Inteligence Quotient (IQ) anak juga berbeda satu sama lain. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari tingkat IQ yang dimiliki oleh anak tersebut. Mengukur IQ sebaiknya dilakukan pada waktu anak kelas 5 –6 Sekolah Dasar. Setiap anak normal mentalnya memiliki kemungkinan genius dalam dirinya, yang bisa digali, bisa ditemukan yang paling baik (yang unggul tetapi belum nampak pada diri anak (hidden exellence in personhood). Namun demikian, bagi anak yang memiliki tingkat IQ di bawah normal (below average) akan sangat sulit mencapai tingkat superior dan genius walaupun peranan lingkungan begitu besar. Perbedaan potensi, bakat, dan inteligensi yang terdapat pada setiap orang itulah yang disebut dengan keunikan individualitas. Keunikan individualitas melahirkan jenis-jenis dan keragaman yang membentuk satu kesatuan masyarakat yang plural.




Interaksi Nature dan Nurture

Pluralitas masyarakat tentu saja diikat oleh suatu budaya yang memiliki pandangan hidup, way of life dalam rangka menegakkan nilai-nilai moralitas, dan tata krama yang disepakati bersama dalam kehidupan masyarakat. Namun, tata nilai dan moralitas yang dianut dalam suatu masyarakat atau negara mengalami goncangan dan gesekan yang hebat memasuki era globalisasi. Goncangan itu terjadi akibat perpaduan nilai-nilai baru yang dibawa oleh arus globalisasi dengan tata nilai lama yang dianut masyarakat. Oleh karena itu, setiap negara melakukan restrukturisasi untuk menghindari terjadinya persinggungan negatif dari segala kehidupan. Di Indonesia, restrukturisasi telah membawa dampak begitu besar di dalam berbagai sektor kehidupan. Salah satu sektor yang telah direstrukturisasi adalah sektor pendidikan yang berwujud reformasi pendidikan sebagai dampak dari perubahan sistem pengelolaan negara yang sentralistik menjadi otonomi daerah dalam rangka mempercepat proses inovasi ilmu pengetahuan dan teknologi. Adapun perubahan yang dimaksud dapat digambar sebagai berikut:
Perubahan dalam melakukan melakukan inovasi ilmu pengetahuan dan teknologi tidak dapat dipisahkan dari dua pendekatan yang perlu dipertimbangan dalam psikologi. Pendekatan tersebut seperti yang dikatakan oleh W. Dithey dan Spranger yang terdiri atas psikologi yang bersifat bathiniah dan behaviorisme. Keduanya mempunyai dasar pijakan yang berbeda dalam melakukan pengukuran; yang pertama menggunakan pendekatan nilai yang mencakup keseluruhan verstehen, sistem dalam diri manusia. Kedua, menggunakan pendekatan eksperimen yang melibatkan alam sebagai unsur yang kausal.

Pengertian Konstruktivisme

Muhammad Yaumi


Pemahaman mendalam tentang teori belajar bukan hanya berguna bagi guru, dosen, atau para praktisi pendidikan, melainkan juga bagi para desainer atau perancang pembelajaran. Salah satu teori belajar yang banyak menyita perhatian dan telah mempengaruhi kebijakan pendidikan di dunia saat ini adalah konstruktivisme. Konstruktivisme mempunyai akar yang sudah sangat kuat dalam filsafat, psikologi, sosiologi, dan pendidikan. Dalam pendidikan misalnya, konstruktivisme telah dikaji dan diterapkan pada hampir seluruh disiplin ilmu terapan khususnya dalam pembelajaran matematika, bahasa, ekonomi, sains, ilmu pengetahuan sosial, dan lain-lain. Oleh karena itu, pengertian orang tentang konstruktivisme sangat beragam sesuai dengan keragaman disiplin ilmu itu sendiri. Tulisan ini tidak bermaksud untuk menurunkan semua keragaman definisi yang ada, bukan pula memasuki wilayah perdebatan pemahaman terhadap konstruktivisme, tetapi hanya mengambil beberapa definisi yang sifatnya umum yang dapat menjadi kerangka dasar dalam mengkaji dan memahami hakekat konstruktivisme yang akan dibahas pada bab-bab selanjutnya.


Apa yang dimaksud dengan konstruktivisme? Hein (1991) mengatakan bahwa istilah konstruktivisme, constructivism, merujuk pada serangkaian kegiatan murid dalam membangun, construct, pengetahuan mereka. Setiap murid membangun makna dari apa yang mereka pelajari. Konstruktivisme adalah suatu posisi filosofis yang memandang pengetahuan sebagai hasil dari pengalaman yang peroleh dari kombinasi pengalaman pribadi seseorang dengan pengalaman yang dikonstruksi dari orang lain (Martin, 2008). Selanjutnya, Wikipedia (2008:1) menurunkan definisi “constructivism may be considered an epistemology (a philosophical framework or theory of learning) which argues humans construct meaning from current knowledge structures” (konstruktivisme dapat dipandang sebagai suatu epistimologi [kerangka filosofis atau teori belajar] yang mengkaji manusia dalam membangun makna dari struktur pengetahuan terkini).


Definisi lain yang lebih umum tentang konstruktivisme juga dikemukan oleh Thirteen (2004:1) “Constructivism is basically a theory -- based on observation and scientific study -- about how people learn” (Konstruktivisme pada dasarnya adalah suatu teori yang berpijak pada hasil observasi dan studi ilmiah tentang bagaimana orang belajar). Dikatakan bahwa orang membangun pengetahuan dan pemahaman mereka tentang dunia dengan mengalami sesuatu dan merefleksikan sesuatu itu dengan pengalaman yang diperoleh sendiri dalam kehidupan sebelumnya. Artinya, ketika kita menghadapi sesuatu yang baru, hendaknya sesuatu yang baru itu dipadukan dengan ide dan pengalaman ril yang diperoleh di masa sebelumnya. Dalam hal ini, perpaduan dari kedua kenyataan ini boleh jadi akan mengubah suatu kepercayaan kita terhadap sesuatu yang baru itu atau mungkin membuangnya jauh-jauh karena tidak relevan dengan pola pikir, keyakinan, ideologi, tradisi, dan budaya setempat. Dalam beberapa kasus, kita adalah orang yang selalu aktif dalam menghasilkan ide-ide kreatif dan produktif sebagai refleksi terhadap fenomena yang terjadi di sekitar kita. Untuk dapat melakukan hal ini, perlu ditempuh beberapa langkah yang mencakup mengajukan beberapa pertanyaan kritis, melakukan eksplorasi, dan mengakses apa yang ingin diketahui. Pola kerja semacam inilah yang oleh kaum konstruktivis perlu diaplikasikan dalam pembelajaran sehingga guru dan murid dapat terbiasa membangun pengetahuan dan membuat makna dari hasil kajian kritis terhadap fenomena yang terjadi di lingkungan kita.