Kamis, 25 Desember 2008

DINAMIKA PARTISIPASI PUBLIK DALAM PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN BERMUTU DAN MERATA

Muhammad Yaumi, Tri Suhartati, dan Darlam Sidik


Sasaran Sistem Pendidikan Nasional adalah untuk menerapkan equity (adil, pemerataan) equality (persamaan, semua berkualitas) efficiency (ketepatgunaan). Pengelolaan pendidikan selama ini lebih bersifat macro-oriented diatur oleh jajaran birokrasi di tingkat pusat. Akibatnya, banyak faktor yang diproyeksikan di tingkat makro (pusat) tidak berjalan sebagaimana mestinya di tingkat micro (sekolah) atau dengan singkat dapat dikatakan bahwa kompleksitas cakupan permasalahan pendidikan, seringkali tidak terpikirkan secara utuh dan akurat oleh birokrasi pusat. Di samping itu, mengingat sekolah sebagai unit pelaksana pendidikan formal terdepan dengan berbagai keragaman potensi anak didik yang memerlukan layanan pendidikan beragam, kondisi lingkungan berbeda satu dengan lainnya, maka sekolah harus dinamis dan kreatif dalam melaksanakan perannya untuk meningkatkan kualitas/mutu pendidikan. Hal ini dapat dilaksanakan jika sekolah dengan berbagai keragaman itu, diberikan kepercayaan untuk mengatur dan mengurus dirinya sendiri sesuai dengan kebutuhan anak didiknya. Walaupun demikian, agar mutu tetap terjaga dan agar proses peningkatan mutu pendidikan tetap terkontrol, maka harus ada standar yang diatur dan disepakati secara nasional untuk dijadikan indikator evaluasi keberhasilan peningkatan mutu tersebut.

Lahirnya Undang-undang Nomor 22/1999 tentang Otonomi Daerah yang berimbas kepada desentralisasi dan otonomi pendidikan, sedikitnya akan mengurangi cengkeraman pusat terhadap sekolah. Dengan kata lain sekolah dapat lebih leluasa mengatur segala sesuatu yang terjadi di sekolah, dengan desentralisasi berarti pemegang kendali pendidikan di tingkat bawah akan mempunyai peran yang lebih besar. Pemikiran ini telah mendorong munculnya pendekatan baru, yakni pengelolaan peningkatan mutu pendidikan harus berbasis sekolah sebagai institusi paling depan dalam kegiatan pendidikan. Pendekatan ini dikenal dengan manajemen peningkatan mutu pendidikan berbasis sekolah.

Kekakuan yang ada dalam pembelajaran akan melahirkan suatu pola pikir anak yang tidak berkembang, terkotak terbatas dan bahkan mereduksi kreatifitas anak. Di sini penting kiranya hendaknya guru dapat mengembangkan bakat dan potensi anak yang semestinya, sehingga mutu pembelajaran dapat meningkat dan memberikan makna yang berarti bagi peningkatan mutu pendidikan.

Kewenangan pemerintah daerah dalam menyediakan perbaikan pendidikan di era desentralisasi diharapkan dapat membawa dampak dalam perbaikan mutu pendidikan. Mutu adalah penilaian sejauh mana produk memenuhi kriteria/rujukan tertentu, danamis dan ditelaah dari berbagai sudut pandang. Dalam konteks pendidikan pengertian mutu dalam hal ini mengacu pada proses pendidikan dan hasil pendidikan. Mutu dalam konteks hasil pendidikan mengacu pada pretasi yang dicapai oleh sekolah dalam kurun waktu tertentu (akhir semester, akhir tahun, 2 tahun, 5 tahun, bahkan 10 tahun) Prestasi yang dicapai atau hasil pendidikan secara kuantitatif dan kualitatif dapat diukur dan tidak bisa diukur (skolastik + non Skolastik). Prestasi yang dicapai atau hasil pendidikan (student achievement) yang dapat diukur dapat berupa hasil test kemampuan akademis (Semester, Ebta, Ujian Nasional), dapat pula prestasi di bidang lain seperti olah raga, seni, atau keterampilan tambahan seperti komputer, beragam jenis teknik dan jasa. Sedangkan, hasil belajar yang tidak dapat diukur dapat berupa kondisi yang tidak dapat dipegang (intangible) seperti suasana disiplin, keakraban, saling menghormati dan kebersihan. Untuk bisa mendapat hasil yang diinginkan, perlu dirumuskan terlebih dahulu oleh sekolah dan harus jelas target atau tujuan yang akan dicapai setiap tahun atau kurun waktu tertentu sehingga adanya perubahan yang terencana, sehingga pendidikan akan lebih bermakna dan peserta didik dapat menyelesaikan masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Tujuan Pendidikan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap dan kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggungjawab.

Ketidakseimbangan perkembangan pendidikan antara sekolah umum dan sekolah kejuruan perlu disusun kurikulum yang sesuai dengan tuntutan keluaran di mana untuk sekolah umum orientasinya pada perguruan tinggi sedangkan untuk sekolah kejuruan orientasinya pada dunia usaha/industri sehingga di dalam proses pembelajaran harus disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik. Untuk mencapai tujuan kurikuler selanjutnya kurikulum mengarahkan untuk diterapkan pendekatan keterampilan proses dalam pelaksanaan pembelajaran. Keterampilan proses mencakup dua kelompok keterampilan dasar dan keterampilan terintegrasi. Keterampilan dasar tediri atas observasi, klasifikasi, komunikasi, pengukuran, prediksi, penarikan kesimpulan dan merupakan dasar intelektual untuk pecahan masalah. Sedangkan keterampilan terintegrasi terdiri atas mengidentifikasi variabel, menyusun data, menyusun grafik, menggambarkan hubungan variabel, memperoleh dan memprases data, menganalisis, hipotesis, merumuskan, merancang, melakukan eksperimen dan keterampilan proses terintegrasi merupakan alat yang siap pakai jika akan memecahkan suatu masalah. Jadi, di sini peserta didik bukan hanya sekedar tahu tetapi dapat mengatasi permasalahan dalam kehidupan sehari-hari.

Kondisi yang harus dipenuhi (Necessary Conditions) untuk menghasilkan mutu pendidikan di mana terdapat irisan antara inteligensi penalaran, komitmen pada tugas-tugas yang berkaitan dan pengembangan kreatif dan prakarsa yang ketiganya berperan dalam pembentukan diri. Riset penting telah menunjukan bahwa otak manusia mempunyai dua belahan yang terpisah, di mana belahan kiri berpikir logis, sistematis, linier, berurutan dan konvergen sedangkan belahan kanan berpikir kreatif, holistik, human, literal, dan divergen. Untuk menghasilkan tujuan yang diharapkan seorang guru hendaknya dapat menggali potensi-potensi peserta didik agar dapat tumbuh kembang secara optimal.

Penilaian pendidikan dari hasil Ujian Nasional diadakan evaluasi secara bertahap untuk daerah yang kurang hendaknya dibantu baik sarana, prasarana, fasilitas maupun guru sehingga pada tahun mendatang dapat menghasilkan lulusan yang lebih bermutu. Strategi peniliannya seharusnya dibedakan antara the learning (materi perolehan belajar) dan the learner (posisi peserta didik dalam kelompok). Dengan demikian, penilaian terhadap the learning perlu menggunakan tes acuan kriteria dengan maksud untuk menilai perolehan yang sudah dicapai individu secara keseluruhan. Sedangkan, untuk menilai the learner menggunakan tes acuan norma untuk menilai kedudukan individu dalam kelompok.

Di samping itu, dengan adanya Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Guru hendaknya mampu mengatasi masalah dan berkualifikasi (bekwaam dan bevoegd). Guru merupakan tenaga profesional berkwajiban menciptakan suasana pendidikan bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis dan dialogis, mempunyai komitmen secara profesional untuk meningkatkan mutu pendidikan, memberI teladan dan menjaga nama baik profesi, dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya. Di samping itu, guru harus memiliki kualifikasi minimum dan sertifikasi sesuai dengan jenjang kewenangan mengajar.