Kamis, 25 Desember 2008

Reformasi Pendidikan dan Sistem Persekolahan

Muhammad Yaumi


A. Isu Reformasi Pendidikan

Istilah generik yang sering dikaji secara komprehensif dalam masyarakat multikultural adalah toleransi, saling menghormati dan menghargai satu sama lain. Keterbukaan untuk dapat mengakui keberadaan pihak lain yang memiliki perbedaan etnik, ras, suku, agama, bahasa, dan letak geografis merupakan prinsip dasar yang harus menjadi alat perekat dalam upaya menciptakaan kedamaian, keselarasan, dan kesejahteraan. Prinsip dasar yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan yang harmonis dan menegakkan keadilan demi ketercapaian hidup bersama. Isu reformasi pendidikan dan reformasi sekolah hendaknya didesain dan diarahkan menuju perspektif multikultural. Dalam hubungannya dengan perspektif multikultural, terdapat lima isu penting reformasi pendidikan, antara lain; (1) fokus pada anti bias, (2) semua memiliki kemampuan atau kekuatan, (3) parameter pedagogis kritis, (4) keterlibatan berbagai pihak, dan (5) adanya harapan yang tinggi dan standar ketentuan.

Prasangka buruk sering menimbulkan berbagai chaos dalam prilaku rasial dari etnis-etnis tertentu. Oleh karena itu, pendidikan dalam hal ini para guru harus menanamkan pengetahuan dan prilaku antibias kepada muridnya sehingga para murid dapat menerima pluralitas, keberagaman, jenis-jenis latar belakang kelompok etnik yang membentuk satu kesatuan yang utuh. Karena setiap orang memiliki kekuatan dan kelemahan yang tentu saja saling membutuhkan, saling isi-mengisi, dan saling bantu-membantu dalam mewujudkan keinginan bersama. Kurikulum sekolah hendaknya dapat menyentuh beberapa ciri tertentu dari berbagai etnik sehingga bisa membangun nilai-nilai pluralitas. Begitu pula dengan parameter pedagogi kritis yang melihat kenyataan bahwa terdapat berbagai kelompok-kelompok etnis yang berbeda dalam masyarakat plural dan terdapat nilai-nilai yang masih dianut oleh masyarakat tertentu. Oleh karena itu, perlu adanya pedagogik kritis yang memperhatikan nilai-nilai kemajemukan itu untuk menyatukan heterogenitas kelompok secara adil dan berperadaban.

Di samping itu, keterlibatan berbagai pihak dalam membangun pendidikan sangat penting untuk dilakukan. Hal ini dimaksudkan agar para pendidik mengetahui latar belakang anak yang akan dididik, dari mana anak itu berasal, dibesarkan dalam lingkungan dan masyarakat yang bagaimana, apa kebiasaan dan karakter yang melekat dalam diri anak itu, apa kelebihan, dan kelemahan yang dimiliki, dan sebagainya. Mengetahui latar belakang anak seperti ini dapat memberi kemudahan bagi guru sebagai pendidik untuk membentuk pribadi anak sehingga dapat membawa perubahan ke arah kematangan anak sesuai yang diharapkan. Selanjutnya, harapan tinggi untuk mendapatkan suatu standar pengetahuan tertentu dalam mengejar keinginan anak didik juga perlu mendapat perhatian yang serius dalam pendidikan. Artinya, standar pengetahuan yang dimiliki banyak terkait dengan kebudayaan yang melekat dalam diri anak tersebut. Oleh karena itu, hanya melalui pendidikan yang antiracistlah anak didik itu dapat mencapai standar pengetahuan yang tinggi dan memuaskan.

B. Reformasi Sistem Persekolahan

Reformasi sistem persekolahan sebenarnya sudah pernah dilakukan sejak jaman pendudukan Jepang di Indonesia. Reformasi tersebut mencakup persamaan hak dan kedudukan antara anak yang berasal dari status sosial yang tinggi dengan anak yang berasal dari status sosial menengah ke bawah. Pada masa itu sekolah dibangun untuk dapat acceptence pluralism, menerima keberagaman dan menolak segala bentuk diskriminasi dan inequality dalam ras, kelas-kelas sosial, dan gender. Dalam sosiopolitical contest sekarang ini sedang tumbuh sekolah-sekolah berstandar internasional, sekolah-sekolah yang berlabel labschool, dan bahkan terdapat sekolah yang telah sengaja diperuntukkan kepada anak-anak laki-laki saja atau mungkin juga sekolah untuk anak perempuan saja. Jika demikian adanya, maka nilai-nilai pluralitas nampaknya sudah melenceng pada inequality dalam gender yang dapat membawa kepada hadirnya suatu kurikulum yang stereotype distorted, yang menyimpang dari nilai-nilai keindonesiaan secara menyeluruh. Padahal guru seharusnya melakukan culturally responses way of teaching, pembelajaran dengan merespon secara kultur seluruh muridnya.

Selanjutnya, reformasi sistem persekolahan harus dapat membangun parameter critical pedagogy, parameter pedagogi kritis, yang berupaya membangun sistem pengambilan keputusan yang berorientasi pada social action skills, keterampilan tindakan sosial, yang mendukung budaya critical thinking, berpikir kritis, yang menghadirkan prinsip untuk memahami realitas bahwa tidak semua penduduk itu sama. Oleh karena itu, perlu adanya keterlibatan bermakna dari seluruh kelompok masyarakat dan orang tua dalam sistem persekolahan. Hal ini diperlukan untuk membangun suatu positive cultural identity, identitas budaya yang positif antara seluruh komponen masyarakat sehingga dapat menciptakan standar dan harapan yang tinggi dalam menciptakaan pendidikan yang bermutu. Identitas budaya yang positif tidak akan tercipta tanpa adanya upaya untuk memahami bahwa di samping keberagaman suku, ras, etnik, agama, bahasa, kelas sosial, gender, dan letak geografis secara makro, terdapat pula kultur-kultur micro yang membangun keanekaragaman kelompok kecil yang jika tidak diperhatikan secara menyeluruh akan berdampak pada kesulitan beradaptasi dan selalu merasa field dependent, bebas berdiri sendiri tanpa membutuhkan keterlibatan pihak lain. Di sinilah pentingnya adaptasi untuk melakukan perubahan termasuk dalam mengembangkan rekonseptualisasi pendekatan dan strategi pembelajaran.

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) atau kurikulum pendidikan nasional 2006 sebenarnya merupakan solusi terbaik untuk mengintegrasi nilai-nilai lokal, budaya-budaya micro yang nampaknya sulit diakomodasi secara nasional selama ini. Kesulitannya disebabkan oleh adanya upaya untuk melakukan uniformity, keseragaman kurikulum dari Sabang hingga ke Merauke. Oleh karena itu, KTSP ini harus diarahkan pada suatu pendekatan yang dapat memberikan kontribusi yang berharga bagi kemajemukan Indonesia, transaformasi budaya lokal yang betul-betul tumbuh dari bawah dalam rangka memperkaya (tambahan) khasanah budaya bangsa sehingga mampu beraksi secara sosial dengan moto, ”berpikir global dan bertindak lokal.”