Kamis, 25 Desember 2008

KECERDASAN JAMAK DAN EMOSIONAL

Muhammad Yaumi


A. Kecerdasan Jamak

Perbincangan seputar kecerdasan manusia merupakan kajian menarik dalam studi psikologi khususnya dan ilmu-ilmu pendidikan lain umumnya. Salah satu topik menarik dalam perkuliahan untuk mata kuliah Dimensi Kultural Psikologis dalam Pendidikan pada program S3 Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta yang dipandu oleh Prof. Dr. Conny Semiawan bersama Dr. Yufiarti memandang kecerdasan merupakan sarana untuk belajar, pemecahan masalah, dan menciptakan sesuatu yang dapat digunakan dalam kehidupan. Hal ini senada dengan pandangan Gardner (1999) yang melihat kecerdasan sebagai kapasitas untuk pemecahan masalah, membentuk produk yang dapat dinilai menurut satu atau lebih setting budaya. Sedangkan, istilah kecerdasan jamak dalam resume ini merujuk pada multiple intelligence atau dapat pula disebut kecerdasan majemuk yang menurut Gardner (1983) terdiri atas delapan komponen, yakni; (1) kecerdasan verbal/linguistik, (2) logika matematik, (3) visual/spatial, (4) music/rhythmic, (5) bodi/kinestetik, (6) interpersonal, (7) Intrapersonal, dan (8) naturalis.

Kemampuan linguistik merujuk pada terbangunnya tradisi baca-tulis dan kebiasaan berkomunikasi. Hal ini dapat diamati melalui aktivitas mereka yang memilih profesi sebagai penyair, wartawan, dan ilmuan. Bagi mereka jika ada suatu pertemuan ilmiah yang melibatkan berbagai pakar yang datang dari satu atau lebih disiplin ilmu cenderung mendengarkan dengan penuh perhatian. Dalam aktivitas sehari-hari pun selalu menjalankan aktivitas membaca secara efektif, menulis dengan memperhatikan aturan penulisan, mampu berbicara di hadapan para audiens, dan bahkan dapat mempelajari bahasa asing dengan mudah. Kecerdasan logis/ matematik mencakup kemampuan berpikir logis, sistematis, dan kemampuan menghitung. Kecerdasan ini dapat diamati melalui berbagai aktivitas para insinyur, ekonom, akuntan, dan ilmuan. Mereka ini memiliki karakteristik untuk mampu mengenal konsep kuantitas, waktu, sebab-akibat, mempersepsi objek, menggunakan simbol abstrak, memperlihatkan keterampilan logis dalam memecahkan masalah, mampu menguji hipotesis, menggunakan keterampilan matematis, menyukai operasi kompleks matematis, dan mampu berpikir matematis.

Selanjutnya, kemampuan visual/spatial mencakup kemampuan berpikir melalui gambar, menvisualisasi hasil masa depan, mengimajinasi sesuatu dengan penglihatan seperti yang banyak dilakukan oleh para arsitek, artis, pemahat, pemotret, dan perencana strategik. Kecerdasan visual/spatial memiliki karakteristik belajar dengan melihat dan mengamati, mengenal wajah, objek, bentuk, dan warna, mampu beradaptasi dalam suatu lingkungan, berpikir dalam bentuk visual, dapat menciptakan grafik, chart dan peta, muda mempelajari media visual, selalu senang terhadap gambar, dan cenderung menyukai seni. Selain dari itu, terdapat juga kecerdasan music/rhythmic seperti kemampuan untuk bermain gitar, biola, piano, dan composer, mengkomposisikan music, menyanyi, dan menghargai. Kecerdasan musik memiliki karakteristik seperti mendengarkan dan menghayati suara dan irama, mencari kesempatan untuk mendengarkan music, dan dapat merespon suatu music dengan kinestetik tubuh.

Selain kecerdasan lingkuistik, logis/matematik, visual/spasial, music/rhythmic, juga terdapat kecerdasan kinestetik yang melibatkan kepandaian gerakan tubuh seperti menggunakan badan secara terampil, mengatasi masalah, dan menghasilkan prestasi. Kecerdasan ini dapat dilihat melalui mereka yang berprofesi sebagai penari, aktor, dan atlit. Mereka ini memiliki keterampilan seni peran, atletis, menari, menyukai pengalaman belajar yang bersifat konkrit seperti field trip, role playing, dan latihan fisik. Mereka juga dapat menunjukkan keseimbangan, keanggunan, kecakapan, dan segala susuatu yang melibatkan tugas fisik. Sedangkan, kecerdasan interpersonal terdiri atas kemampuan untuk bekerja secara efektif dengan orang lain, memiliki simpati dan pengertian, menghayati motivasi dan tujuan seseorang. Kecerdasan ini dapat diamati melalui peran yang dimainkan oleh para guru, politisi, dan pemimpin agama. Peran yang dimaksud adalah senang berinteraksi dengan orang lain, memelihara dan menjaga hubungan dengan orang lain, mengenal berbagai cara untuk berhubungan dengan orang lain, sering mempengaruhi opini orang lain, berperan serta dalam berbagai aktivitas yang menuntut adanya kerja kolaboratif, mampu menyampaikan pandangan melalui komunikasi verbal dan nonverbal, sering mengekspresikan minat terhadap karir dan pekerjaan.

Jika kecerdasan interpersonal menekankan pada hubungan dengan pihak lain, maka terdapat juga kecerdasan intrapersonal yang berfungsi untuk mengelola diri secara pribadi seperti analisa diri, refleksi, menilai keberhasilan orang lain dengan memahami diri. Mereka yang termasuk dalam kawasan kecerdasan intrapersonal adalah para ahli filsafat, dan konselor. Mereka betul-betul menyadari kawasan emosi yang terdapat dalam diri, mampu mengekspresikan perasaan dan pemikiran yang ada dalam diri, mengembangkan kepribadian yang akurat, memiliki system nilai dan etika, mencari tahu dan memahami pengalaman yang bersifat internal, dan berupaya untuk melakukan aktualisasi diri. Kecerdasan terakhir adalah kecerdasan naturalis yang berguna untuk mengenal kembali flora dan fauna, dan mencintai Alam seperti yang dapat dilihat dari aktivitas ahli biologi dan para petualang hutan. Mereka mengenal dan mengategorikan spesies flora dan fauna, senang berada di lingkungan alam, dan mudah mempelajari hal-hal yang terkait dengan alam. Kedelapan kecerdasan jamak seperti yang telah dikemukan di atas memiliki cara menstimulasi agar dapat diamati dalam kehidupan sehari-hari. Cara menstimulasinya adalah dengan memahami masing-masing karakteristik yang melekat pada profesi yang diemban setiap melaksanakan aktivitas kehidupan.

B. Kecerdasan Emosional

Emosional berasal dari bahasa Latin, motere, yang dapat diartikan sebagai keadaan bergerak, a state of being moved dalam bahasa Inggris menjadi emotional yang merujuk pada tiga aspek, yakni perasaan (feeling), perbuatan (act), kesadaran (awareness). Untuk memahami lebih jauh tentang hakekat kecerdasan emosional, Dr. Yufiarti menurunkan beberapa definisi yang dirangkum dalam materi perkuliahan. Pertama, definisi yang mengatakan bahwa kecerdasan emosional itu adalah kemampuan memantau dan mengendalikan perasaan sendiri dan orang lain serta menggunakannya untuk memandu pikiran dan tindakan. Kedua, suatu bentuk kecerdasan sosial yang mencakup kemampuan untuk memonitor perasaan sendiri dan perasaan orang lain. Sedangkan, yang dimaksud dengan keterampilan memahami diri sendiri adalah upaya untuk mengatur diri sendiri, memotivasi dan empati, sebagai predictor yang sangat kuat dalam mencapai keberhasilan dalam bekerja. Ketiga, definisi yang diberikan oleh Sprinthal yang mengatakan bahwa kecerdasan emosional adalah cara cerdas dalam diri seseorang untuk berhubungan dengan orang lain secara sukses. Sprinthal melihat kecerdasan emosional sebagai sumber daya yang sinergis yang meliputi harga diri, kesadaran diri, kepekaan social dan kemampuan adaptasi social. Sedangkan, Lawrence melihat kecerdasan emosianal merupakan bagian dari kecerdasan social yang berfungsi untuk memantau perasaan baik yang terlahir dari perasaan sendiri maupun yang berasal dari orang lain.

Coleman (1997) mengatakan bahwa sumber kecerdasan emosional itu bersumber dari otak yang terdapat di kepala dan hati. Suatu penelitian yang dilakukan secara longitudinal dengan mengambil responden terhadap ana-anak untuk diberikan tes “Marsmallow”, Hasilnya menunjukkan bahwa anak yang mempunyai kecerdasan emosional yang tinggi memperoleh skor ujian lebih tinggi dari anak-anak yang memiliki kecerdasan emosional rendah. Anak yang memiliki kecerdasan emosional lebih tinggi juga sangat berhasil dalam kehidupan di masyarakat. Di samping itu, terdapat perbedaan yang mencolok antara EQ dan IQ. Beberapa penelitian telah membuktikkan bahwa IQ bukanlah satu-satunya penentu keberhasilan dalam suatu karir akademik karena hanya memberikan kontribusi sebanyak 20%, sedangkan EQ yang bersumber dari hati seperti yang telah dijelaskan oleh Coleman di atas mampu membentuk karakter manusia dan berkontribusi hingga mencapai 80% untuk keberhasilan manusia. Oleh karena itu, keberhasilan manusia banyak disebabkan oleh kemampuannya mengelola diri sendiri dan orang lain yang mencakup beberapa kawasan; kesadaran diri, pengelolaan emosi, motivasi diri, mengembangkan signal, dan mengelola hubungan.